Jumat, 13 November 2009

Masih di kota Galendo

Di Padaherang akan ngaheurap hurang. Memang pada waktu itu di sungai2 didaerah Banjar masih banyak udang. Tidak terlalu heran kalau waktu ngaheurap udang itu tertangkap bukan didalam jala, tapi diluar jala.Di Padaherang ada anak sungai yang bermuara ke Ciseel, kalau tak salah Ciganjeng. Sungai2 disana dipengaruhi oleh surut pasangnya laut. Dimana pada waktu surut dengan berperahu kita ke hulu, ditempat-tempat tertentu diberi umpan, lalu diberi tanda untuk memudahkan kita menebar jala. Setelah sungai pasang kita tunggu beberapa jam, agar umpan yang kita tebar itu dimakan udang, setelah cukup waktu, biasanya menjelang tengah malam, sambil berperahu kita tebar jala ditempat2 yang telah kita tandai. Tiada kegembiraan, kesenangan pada waktu itu karena yang tertangkap adalah udang..udang... sampai setengah perahu. Bukan main. Kenangan yang tak mungkin kulupakan.
Pernah pula menjala ikan didaerah Langgen, dari Banjar naik Kereta api yang ke Timur di halteu Langgen kita turun. Dari Langgen berjalan kaki beberapa kilo meter kehilir sungai irigasi.Mulailah menebar jala sambil berjalan kehulu menuju Langgen. Sampai halteu Langgen selesai menjala ikan waktu itu tinggal menuggu kereta api yang akan menuju ke Banjar. Jadwal kereta api waktu itu super tepat, jadi kalau telat tidak akan ada kereta api lagi. Nah suatu waktu karena asyiknya menjala saking banyaknya ikan yang didapat tak tahunya kereta sudah ada di Halteu Langgen, sedang kami masih asik disungai. Akibatnya kami harus Ngabaduy, nyeker dari Langgen ke Banjar padahal jaraknya hampir 5 km. Terpaksa waktu itu belum ada angdes belum ada ojeg. Bayangin aja sambil jalan, manggul jala kalau udah basah mah berat ditambah hasil menjala yang cukup banyak ditambah lagi ransel perbekalan. Padahal kami2 ini dari Ciamis masih harap2 cemas apakah masih ada oplet yang ke Ciamis, karena sudah sore. Ahirnya mah ngaborong oplet. Oh nasib,tapi senang...senang banget. Kami masih ketawa-ketawa.
Lain halnya menjala di Sungai Cijolang.Cijolang adalah batas Jawa Barat dan Jawa Tengah.Dari Banjar kalau tidak naik sado, naik oplet sampai ke jembatan Cijolang yang merupakan batas Jawa Barat, Jawa Tengah. Turun didekat Jembatan perbekalan dititipkan diwarung dekat jembatan, yang dibawa perbekalan untuk makan saja. Dari sana kami menuju kehulu jalan kaki. Sudah beberapa kilo meter kehulu mulai kita siap siap untuk menjala, biasanya kami makan dulu,tenaganya sudah terkuras dijalan,sebelum mulai menjala. Selesai menjala dan telah sampai di Jembatan kita makan lagi.
Yang saya tahu sungai Cijolang tidak ada batu2, tapi berpasir. Disini juga kita dapat menangkap udang, bebeong dan ikan2 lainnya. Biasanya kalau di Cijolang ayah yang menjala saya main perahu-perahu dari batang pisang. Saking asiknya berperahu ria tidak tahu, bahwa Jembatan sudah terlewat, padahal beberapa puluh meter lagi sampai kemuara sungai Citanduy. Saya ketakutan, terutama takut...buaya, maka dengan tergesa-gesa saya menepi akibatnya jala saya hilang terbawa arus. Sial. Tapi tetap senaaanng.
Kalau bebedil hampir semua kampung sekitar Ciamis kota dikunjungi gara2 bebedil. Setiap kampung yang ada paratag kopra pasti sudah kukunjungi, karena disanalah biasanya tekukur makan kopra atau berteduh dan saya bersembunyi yang kira2nya tidak akan terlihat oleh tekukur, saya tinggal ngeceng......dar....bedil angin kliber 4,5 membidik sasaran. Kalau beruntung hari itu bisa membawa beberapa tekukur hasil bebedil.
Kalau tidak mengunjungi paratag kopra ya saya berkeliling kekebun kacang jepun, sawah dan tanah darat. Karena waktu itu yang punya bedil angin masih jarang, sedang populasi burung masih tinggi, sehingga kalau bebedil cangkurileung cangkurileung wae mah pasti dapat.
Senang-senang banget, banyak manfaatnya yang saya dapat selain olah raga bisa mengenal tiap kampung, tiap daerah. Sanes kitu kang Dimas??
Ngontrak rumah di Ambarjiwa, rumah kuno, jendelanya setinggi 2 kali pintu biasa, teras depan masuk 3 lapang pingpong, depan rumah dibuat lapang badminton, belum halaman belakang, bisa dibayangkan bagaimana besarnya rumah tersebut dan yang paling mengesankan "jurigna bageur",suka maledog ku batu......blugggg...teu pupuguh.

Di Ciamis lah saya menyaksikan Pemilihan Umum Pertama. Bororaah nyolok masih bolon keneh, masih di SR kelas VI. Hanya yang saya tahu partai pengikut pemilihan banyaaaakkkk sekali.

Pada waktu di Bolenglang kota Ciamis diserang gerombolan DI/TII, saya tenang2 saja karena terdengar dar der dor suara tembakan, pasti dari tentara kita yang menembak, ternyata pagi2nya tersiar berita Ciamis diserang DI, Kantor CPM ditembaki, kantor Polisi dikepung dan Kantor KUA disamping mesjid Agung didepan alun-alun dibakar.......Genjleung atuh! Korban yang saya tahu ada yang meninggal adalah anggaota CPM kepalanya dibacok. Ternyata pada waktu diserang itu ada kekosongan, karena ada perpindahan Batalion, mereka memanfaatkan situasi dan kondisi.
Lulus SR dilanjutkan ke SMP Negeri Ciamis,hanya satu2nya SMPNegeri pada waktu itu. Sekolah dekat Alun2, disamping Pendopo Bupati Ciamis.Yang saya masih ingat gurunya adalah Bapak Suhanda Parta, Bapak Salmon,Bapak Wigena dan Ibu Salwiayah.Maaf..maaf kalau saya sampai lupa guru-guru saya yang sudah mendidik saya memberi ilmu untuk kehidupan saya, maaf..maaf gara2 terputusnya komunikasi.
Ahirnya saya bisa menamatkan SMP Bagian A, padahal bapak menginginkan saya bisa masuk bag B supaya bisa melanjutkan ke Sekolah Pelayaran, karena ayah berkeinginan agar anaknya bisa jadi pelaut, karena beliau bercita-cita jadi pelaut,tapi nenekku tidak mengijinkannya. Untungnya kalau diijinkan nenekku mungkin ayahku jadi salah seorang korban kapal Seven Provensen yang tenggelam di bom Belanda. Jadilah ayahku lulusan sekolah pertanian yang ijazahnya seperti surat kabar.
Rugi bertahun-tahun di Ciamis teu boga kabogoh. Susahnya saya kalau bogoh kanu geulis bae, apalagi bogohna kaurang Cisontrol.....ehmmm.

Terlalu banyak cerita saya di Ciamis, tapi sudah pada lupa lagi. Insya Allah kalau sudah ingat lagi akan saya teruskan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar