Eksport teh terus menurun,begitu berita yang saya baca diharian TRIBUN JABAR tanggal 6 Agustus 2014.
Berita itu cukup menggelitik hati saya ingin tahu apa penyebabnya sampai bisa demikian. Ada apa? Ada apa yang salah?Ada apa2???Mengapa?Mengapa????.Bagaimana tidak menimbulkan kepanasaran sebagian besar hidupku bergaul dengan teh, hampir 36 tahun aku bergaul dengan teh dan sekarang sudah 18 tahun dunia teh kutinggalkan, jadi berita tersebut cukup menggoda dan menggelitik.
Dalam berita itu tertulis: masa kejayaan teh Indonesia memudar. Sepanjang tiga tahun terachir produksi dan eksport teh mulai menurun. Kata Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kementrian Pertanian: Produksi teh yang terus turun, karena kwalitas teh lokal yang kurang dapat bersaing dengan import teh,selain juga karena selera orang Indonesia sepertinya lebih menyukai teh import.Keadaan ini sama seperti yang dilaporkan oleh Dewan Teh Indonesia. Yang sangat mencengangkan,bahwa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri(?) mengimport dari Vietnam .Pertanyaannya mengapa,kenapa ada apa lagi?
Tapi aku bukan yang berwenang memberikan komentar ataupun saran, hanya cerita pengalaman bekerja di perkebunan teh. Gara2 konflik Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda, maka pada tahun 1955/1956 Pemerintah Indonesia mengambilalaih semua Perusahan Belanda melalui Badan Nasionalisasi/Banas.Orang2 Belanda pada hengkang ada yang ke Afrika, ke Sri Lanka atau pulang kandang ke Belanda. Untuk mengisi kekosongan sfaf2 Belanda, maka staf2 pribumi yang ada dipromosikan untuk menjabat jabatan yang lebih tinggi. Mereka mampu karena dari mulai awal bekerja sudah dengan Belanda, hanya saja kedudukannya lebih rendah. Untuk memenuhi kebutuhan staf Perkebunan, maka Kementrian Pertanian mengadakan kursus .Hanya ada 2 angkatan yaitu angkatan 1957 dan 1958 . Kursus tersebut adalah KURSUS KILAT EMPLOYE PERKEBUNAN/KKEP. Sayangnya hanya sampai angkatan ke 2, sedangkan setelah tahun 1958 yang mau bekerja di Perkebunan adalah mereka yang terpanggil untuk bekerja disektor Perkebunan Termasuk aku bekereja di Perkebunan berkat obsesi kedua orang tuaku yang menginginkan anaknya bekerja disektor pertanian/perkebunan/kehutanan. Awal2nya memang berat bekerja di Perkebunan selain tempatnya yang terpencil jauh diatas gunung, apalagi pendidikanku tidak menunjang, tapi alhamdulillah dengan sabarnya para seniorku mendidikku dengan motto mereka kepada yunior dan kepada seluruh karyawannya "bertindak tegas berlaku adil". Tahun2 pertama memang aku digenjot dengan segala ilmu yang mereka ketahui kepada yunior2nya. Bisa mengikutinya melaksanakan tugas2 pekerjaan dengan benar, maka mereka langgeng bekerja sampai dengan pensiun. Karena tidak sedikit para calon karyawan staf yang tidak tahan dengan kondisi di perkebunan, meraka hanya tahan beberapa bulan sudah keluar. Karena baru diambil alih untuk menjaga hal2 yang tidak diinginkan terutama bidang keamanannya,maka ditiap Perkebunan ditempatkan Perwira Pengawas dari TNI, termasuk di Kantor Pusat atau Direksi. Para seniorku adalah para staf yang diserahi untuk mengelola paerkebunan, setelah ditinggalkan oleh Belanda. Merekapun tertantang untuk membuktikan,bahwa tanpa orang Belandapun mampu mengelola Perkebunan.Mereka tertantang dengan ucapan para Belanda tersebut sebelum pergi meninggalkan Indonesia, tunggu saja tidak sampai 5 tahun Perkebunanl akan hancur. Untuk menjawab tangtangan tsb.para senior kami ini mendidik kami cara bekerja yang benar.Cara memelihara tanaman teh, cara memetik teh,cara merabuk,cara memangkas, cara mengolah dan seribu satu cara lagi agar berhasil dengan baik.Tantangan tsb. dijawab juga dengan pembukaan Pabrik Teh di Perkebunan Papandayan dengan prasastri yang bebrunyi antaranlain ........dari tempat yang sunyi ini kita jawab tantangan mereka dengan pembukaan Pabrik Teh Baru. Pembukaan pabrik baru di Perk.Papandayan ini oleh Menteri Perkebunnnan. Dengan dibukanya Pabrik baru ini membuktikan, bahwa teh Indonesia masih ada tidak hancur seperti mereka bayangkan dan berarti teh Indonesia masih diperhitungkan di Pasaran Dunia. Memang awal2nya banyak tantangan yang dihadapi pada waktu itu. Dari segi keamanan......DI/TII merajalela didaerah Perkebunan, karena sumber Dana sudah pada ngacir ke Belanda,makanya terus mengganggu Perkebunan.Untungnya kita punya ABRI punya Polisi dan yang tak kalah pentinya peranan masyarakat semuanya dengan program Pager Betis bersama ABRI, sehingga DI/TII tak berdaya apalagi sudah tertangkapnya Kartosuwiryo.
Pada waktu itu pada masa Belanda Produksi per ha 1000 hkg sudah hebat, pada waktu sekarang mah produksi per Ha 1000 kg sudah harus di replanting. l kg sama dengan 2 hkg/ponds.Kenapa bisa terjadi b egini? Yang secara kasat mata saja bis dilihat pada waktu dulu sebelum diambil alaih kalau kita ke Perkebunan Teh maka akan terlihat tanaman teh akan membentuk kerucut bisa mencapai ketinggian lebih dari 2 meter, sehingga sulit untuk dipetik,tapi tanamannya sehat, sehingga produksi yang dicapai hanya seddikit. Juga disebabkan populasi tanamn per hanya hanya 7.000 - 8.000 pohon per ha. Tapi sekarang populasi tanamannya 12.000 - 12.500 pohon per Ha dan cara pemetikannya dengan giliran 7 sampai 10 hari, Slope of plucking harus dipertahankan, pucuk yang nongol diatas slope of plucking harus dipetik, akibatnya bidang petikan bisa dipertahankan produksi yang didapat lebih besar diimbangi dengan pemupukan yang tepat waktu tepat dosis.Prinsipnya kita hidup dari tanaman teh jadi jangan dilupakan pemupukan dan pemeliharaan.Jangan pucuknya diambil dipupuk tidak. Licik ini mah. Yakin tidak akan bertahan lama bila pucuknya diambil tidak dipelihara tidak dirabuk jangan harap produksi berlimpah kwalitas pucuk baik. Bisa2 perusahaan bangkrut. Yang paling berat menghadapi pemasaran. Produksi teh kita 90 % dieksport.Pada masa2 ambil alih pemasaran teh jadi sasaran dengan berbagai alasan........kwalitasnya jelek,transportasinya jauh dibandingkan dengan dari Kenya, India atau Sri Langka,sehingga produksi teh menumpuk tidak dibeli. Seakan-akan kita sisabotage baik oleh pembeli, maupun para produsen teh diluar Indonesia. Mengapa tidak mereka cs nya Belanda. Benar2 kita kesulitan untuk memasarkan teh kita, produksi menumpuk, walaupun dibeli dengan jumlah yang sangat kecil dengan harga murah.Adalah tugas dari Direksi,Pemasaran dan Pemerintah kita untuk meloby pembeli2 dan meyakinkan pembeli bahwa teh kita kwalitasnya sudah lebih baik dari yang dulu2. Demi kelancran dan kelangsungan Perkebunan tidak jarang pembeli ambil dulu barang, bayar kemudian. Achirnya dengan keberhasilan meloby pembeli,pemerintahan negara pembeli teh kita mulai disegani di Dunia teh. Teh Indonesia punya nama. Tapi bukan berarti tantangan sudah tidak ada. Dengan terbukanya investasi di bidang perindustrian dengan dibukanya pabrik2 textil,pabrik minuman jadi dan lain2nya, terjadi persaingan tenaga kerja. Tenaga 2 muda lebih senang bekerja di Pabrik dari pada di Prkebunan, sehingga tenaga yang tersisa di Perkebunan adalah tenaga2 tua. Untuk menutupi kekurangan tenaga kerja diimbangi dengan mekanisasi. Pekerjaan2 yang bisa dengan mekanisasi secara bertahap dilaksanakan seperti di pemetikan dengan menggunakan gunting pucuk dan didalam pemeliharaan kebun menggunakan herbicida. Tantangan lainnya adalah produksi minuman jadi/teh botol. Sekarang menjamur minuman dalam botol/kaleng.Sedikit terlambat dimana minuman dalam kaleng sudah banyak yang dibuat,baru mucul WALINI. Tidak terlambat masih bisa bersaing. Selain itu dahulu pabrik2 yang membuat teh botol membeli teh dari Perkebunan, tapi sekarang mereka mempunyai Perkebunan Teh senndiri. Berita menggembirakan pada awal Desember 2014 teh kita telah dibeli oleh Pengusaha Malaysia sampai produksi Maret 2015. Mudah2an dengan kabar gembira ini akan menggembirakan pula tentunya bagi karywan perkebunan itu sendiri dengan naik gaji/upah dan fasilatas lainnya dan kami para pensiunan akan memantau kalau2 ada lebihnya bagi para pensiun. Teu enak achirnya. Selamat, semoga Perkebunan kita berbicara terus didunia teh. Amin.